Diberdayakan oleh Blogger.

Bagikan yuk...

Waktunya Merenungi Waktu

Jumat, 23 Desember 2011

‘’Saudara-saudara telah mengeluarkan kaum muslimin dari agama mereka, sekalipun mereka tetap enggan memakai baju Yahudi atau Kristen. Gaya hidup seperti itulah sasaran perjuangan kita, yakni para pemuda Islam yang malas, enggan bekerja keras, cenderung berfoya-foya, hanya gemar mempelajari segala hal yang berkaitan dengan sensualitas dan nafsu syahwat, bekerja semata-mata demi mengejar kekayaan material dunia semata, memburu jabatan, memuaskan nafsunya, dan sebagainya. Kini tugas saudara-saudara telah terlaksana dengan amat baik. Saudara-saudara telah mengagungkan agama kita semua, agama Yahudi.’’

Itulah seruan Samuel Zweimer, Ketua Umum Asosiasi Agen Yahudi, pada sambutan pembukaan Konferensi Yerusalem tahun 1935 yang dihadiri para agen Yahudi dari seluruh dunia. Dan kini bisa kita saksikan, banyak orang Islam di negeri ini yang menyerbu pasar swalayan jelang akhir tahun Masehi, sebagaimana mereka sebelumnya telah melakukan penyerbuan serupa jelang Idul Fitri. Konsumen muslim sibuk berbelanja untuk persiapan merayakan tahun baru sebagaimana konsumen Kristen belanja untuk merayakan Natal. Tak jarang, orang Islam pun ikut-ikutan membeli produk yang berasosiasi dengan Natalan, semisal kue Croissant atau boneka sinterklas.


O ya, mereka tetap sholat, mungkin juga Yasinan tiap malam Jum’at. Tak ada yang berubah dari KTP mereka pada status agamanya: Islam. Sebab, seperti digariskan tokoh Yahudi Samuel Zweimer, cara merusak kaum muslimin memang tidak perlu mengutak-atik status formal keislamannya, sehingga murtad dari Islam ke Yahudi atau Kristen. ‘’Yang perlu saudara-saudara perhatikan adalah bahwa tujuan misi yang telah diperjuangkan bangsa Yahudi dengan mengirim saudara-saudara ke negeri-negeri Islam, bukanlah untuk mengharapkan kaum muslim beralih ke agama Yahudi atau Kristen. Bukan itu. Tetapi tugasmu adalah mengeluarkan mereka dari Islam, menjauhkan mereka dari Islam, dan tidak berpikir mempertahankan agamanya. Di samping itu saudara-saudara harus menjadikan mereka jauh dari keluhuran budi, jauh dari watak yang baik,’’ tutur Zweimer. Belakangan, sebagian umat Islam ‘’memodifikasi’’ perayaan momentum pergantian tahun Masehi dengan menggelar mabit di masjid. Alasannya, daripada momentum ini diisi dengan perilaku yang cenderung bermaksiat seperti pada umumnya orang. Mengoreksi keterlarutan kaum muslimin dalam eforia perayaan tahun baru masehi, M Abduh Tuasikal dalam tulisannya membeberkan 10 kerusakan perayaan ini.< Penetapan 1 Januari sebagai pertanda Tahun Baru bermula pada abad 46 Sebelum Masehi (SM). Kala itu Kaisar Romawi Julius Caesar membuat Kalender Matahari. Ia mengklaim kalender solar system ini lebih akurat ketimbang kalender-kalender lain pernah dibuat sebelumnya. Bangsa Roma berharap dengan dimulainya tahun yang baru, kesalahan-kesalahan di masa lalu dapat dimaafkan. Sebagai penebus dosa, tahun baru juga ditandai dengan saling tukar kado. Berdasarkan hal ini, sebagian ulama menilai perayaan Tahun Baru Masehi dan Valentine’s Day sebagai perbuatan tasyabbuh (meniru kebiasaan kaum kafir) yang terlarang. Dasarnya antara lain hadits shahih dari Anas bin Malik ra, bahwa saat Rasulullah SAW ke Madinah, warga setempat memiliki dua hari besar untuk bermain-main. Lalu Rasul bertanya, "Dua hari untuk apa ini?" Jawab mereka, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa lalu." Maka Rasulullah SAW pun berkata, ‘’Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Iedul Adha dan Iedul Fithri." Terlarang pula upaya sebagian orang Islam yang memodifikasi perayaan tahun baru Masehi dengan dalih ‘’ketimbang’’. Tuasikal mengutip peringatan Abdurrahman bin Mas’ud kepada orang-orang yang berdzikir tanpa tuntutan Islam: “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.’’ Sejatinya, pergantian tahun bukan peristiwa luar biasa. Ia sama saja dengan pergantian jam, hari, atau tanggal. Esensi kehidupan kaum muslimin bukanlah pergantian antar-waktu, tapi pemanfaatan waktu. Begitu pentingnya waktu bagi manusia, sehingga Allah SWT mengingatkan kita berulang kali dalam Al-Qur’an, terkadang untuk waktu yang luas tanpa batas, dan kadang kala untuk waktu yang terbatas. Misalnya ketika Allah bersumpah dengan waktu pagi (wadh-dhuha), waktu terbit fajar (wal-fajri), waktu malam (wal-laili), dan lain sebagainya. Dalam surah Al Ashr, Allah SWT bersumpah: "Demi ashr (waktu) semua manusia berada dalam kerugian; Kecuali yang beriman dan beramal saleh, saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran." Menurut Imam Syafi'i, seandainya Allah tidak menurunkan selain surah Al Ashr, niscaya sudah cukup. Imam yang lain mengatakan, "Surat Al Ashr mencakup seluruh ilmu yang terkandung dalam Al Qur'an" (Syeikh Tohir Asur, Tahrir wa At-Tanwir: 528).
Sayyidina Ali mengingatkan, “Waktu laksana pedang terhunus, bila Anda tidak menggunakannya untuk kebaikan dia akan memenggalmu’’. Pesan ini bermakna, kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu atau kesempatan. Esok di Hari Penghabisan, seperti dikatakan Rasul, belum lagi kedua kaki seorang beranjak, ditanyalah tentang usianya, dihabiskan untuk apa; tentang ilmunya, diabdikan untuk apa; tentang hartanya, diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa; tentang badannya, digerakkan untuk apa (HR Tirmidzi). Dari neraka, kelak bakal terdengar jerit penyesalan manusia yang gagal mengelola waktu: ‘’Oh, andai aku dulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.’’ (al Fajr: 24). Mereka mengiba: ‘’Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke (dunia) agar aku berbuat amal yang saleh yang telah kutinggalkan... ‘’ (QS al Mu'minun: 99-100). Bahkan di antara mereka ada yang berkata: lebih baik kiranya aku menjadi tanah saja! Sebelum semuanya terlambat, Nabi mewanti-wanti umatnya: ‘’Optimalkan lima kesempatan sebelum datang lima kesempitan: mudamu sebelum pikun, sehatmu sebelum sakit, kayamu sebelum miskin, luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu’’ (HR Al Hakim). ‘’Segerakan beramal saleh sebelum tujuh hal: kemiskinan yang membuatmu lupa, kekayaan yang menyesatkan, penyakit yang membinasakan, kepikunan yang melumpuhkan, kematian yang mendadak, dajjal yang merajalela, dan kiamat yang sangat pahit dan mengerikan.’’ (HR Tirmidzi).

0 komentar:

Posting Komentar

Lembaga Amil Zakat Infaq & Shadaqah (LAZIS)
DEWAN DA'WAH ISLAMIYAH INDONESIA


Gedung Menara Da'wah
Jl. Kramat Raya No.45, Jakarta Pusat 10450
Phone (62-21) 31901233 Fax (62-21) 3903291
E-mail: infaqclub@yahoo.com


  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP